Jumat, 18 April 2008

PENDIDIKAN USIA DINI

(Soemarsono DW)


Abstraksi : 1. Pembanguan kepribadian manusia sangat efektif bila dilakukan sejak usia dini.

2. Lingkungan orangtua sangat berpengaruh dalam penciptaan karakter dan kepribadian anak

PENGANTAR

1. Bijou (1986), memetakan periode perkembangan anak dikelompokkan sebagai berikut :

a. Periode Pralahir (pembuahan - lahir)

b. Neonanus (10 – 14 hari)

c. Masa Bayi (2 minggu – 2 tahun)

d. Masa Kanak-kanak Dini (2 – 6 tahun)

e. Masa Kanak-kanak Akhir (6-13 tahun)

f. Masa Remaja / Puber (11 – 16 tahun)

2. Glueks (1986), Remaja yang berpotensi menjadi nakal dapat diidentifikasikan sejak usia 2 – 3 tahun, dapat dilihat dari perilaku “antisosial” nya

3. Fakta :

a. Masa kanak-kanak adalah kesempatan orang mendidik anak, karena pada masa itu setiap anak sangat berpotensi untuk dibangun perkembangan mental, spiritual, dan moralnya.

b. Pendidikan usia dini menjadi salah satu alternatip solusi jangka panjang untuk mengatasi perilaku menyimpang anak pada usia remaja. Pendidikan non-formal adalah model yang sangat cocok.

PERAN KELUARGA

1. Masa Anak Dalam Kandungan

Pendidikan anak sudah dapat dimulai semenjak anak mulai dalam kandungan. Imam Syafei (tokoh peneliti Islam, yang hasil penelitian nya banyak dipakai sebagai acuan umat Islam diseluruh dunia), pada usia 7 tahun, beliau sudah hafal Alquran. Konon beliau bisa demikian karena sejak dalam kandungan, sianak ini sudah sering mendengarkan alunan ayat suci Alquran dibacakan oleh Ibunya. Dari situ dapat disimpulkan bahwa selama anak masih dalam kandungan, sebaiknya orangtua sudah mulai melakukan pendidikan pada sijabang bayi ini melalui rangsangan / simulasi dengan melalui tindakan, perkataan, yang mempunyai “nilai edukatif” seperti yang telah dicontohkan diatas.

2. Masa Kanak-kanak (Dini, Akhir, Puber)

Tantangan orangtua setelah sianak lahir adalah : Bagaimana siorangtua itu bisa memahami bahwasanya orangtua mempunyai tanggung jawab untuk mengasihi dan menyayangi anaknya sesuai dengan dunianya. “Dunia Anak” sangat berbeda dengan dunia “Orang Dewasa”.Hanya dengan dunianya, anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap potensi yang ada pada dirinya pada dirinya. Dengan diberikannya kebebasan (bukan pemasungan), sianak akan bisa menfungsikan “keliaran” menjadi sebuah kreativitas secara lebih produktip. Imajinasi liar inilah pada akhirnya akan mampu menjamin masa depannya menjadi lebih baik.

Pengekangan dan pengarahan menurut orangtua, sangat tidak baik untuk “memompa”kecerdasan dan daya kreativitas anak. Bahkan kondisi akan berakibat sebaliknya, yakni anak menjadi terpasung kreativitasnya dan dipaksa masuk dunia orang dewasa yang jelas sangat berbeda. Tindakan orangtua seperti ini dalam prakteknya memang sepertinya tidak terasa. Pembuatan peraturan yang ketat yang “dibungkus” untuk kepentingan sianak itu sendiri, merupakan contoh tidak baik yang sering kita lakukan.

Menarik untuk dicermati salah satu pernyataan pujangga besar Kahlil Gibran (1883) asal Libanon : “Anak kita bukanlah kita, pun bukan oranglain. Dia adalah dia” . Terhadap dia, kita hanya boleh memberi ranbu petunjuk jalan, dan kita hanya menemaninya ikut menyeberang jalan. Kita hanya bisa memberikan kasih sayang, bukan “pendirian”. Dan sungguhpun mereka bersamamu, tapi dia “bukan milikmu”.(Diolah dari hasil penelitian Najamudin Muhammad-UIN Kalijaga Yogyakarta.)